Cinta merupakan esensi alami pada
diri manusia. Disepanjang perjalanan hidup, prinsip cinta senantiasa mendampingi, meski cinta dalam diri
bagaikan pasang surut air laut, namun cinta akan selalu ada dan berpaut. Cinta
berkobar dengan inspirasi yang tercipta oleh energi cinta yang gaib, kuat, dan
kuasa. Nuansanya mampu membangunkan tenaga yang terlelap, membebaskan daya
kekuatan yang dirantai belenggu bagai pemecahan atom dan pelepasan atom.
Cinta seringkali menimbulkan
keselarasan hidup, walau terkadang menjadi ranjau dalam kehidupan nyata. Dirinya tak
mengenal usia, kultur, agama, ras, ataupun ideologi. Cinta merupakan kekuatan
yang tidak terbatas yang tak akan pernah pupus walau termakan ruang dan waktu. Cinta
yang disertai ketulusan adalah suatu cinta yang bebas dari sebuah pengharapan. Pengharapan
akan erotisme melalui media dan senyawa yang akan menggores kecitraannya.
Cinta tidak akan pernah padam, meski
rasa sakit meradang hingga mengental dan binasa. Kematian bukanlah akhir dari
sebuah perjalanan, kematian bukan dan tidak untuk memisahkan insan yang mencintai
dari insan yang dicintai karena cinta selalu membawa untuk memelihara dunia
dalam kedamaian dan keabadian.
Cinta tidak akan mengenal
kedalamannya sendiri sampai melewati saat perpisahan. Ketika perpisahan datang,
cinta akan menjelma menjadi kerinduan. Semakin terpendam maka semakin haus akan
kasihnya. Semakin dilupakan maka semakin pedih akan siksanya. Semakin
mengembara maka semakin merangkaki dinding buta. Dengan berada jauh dari cinta,
manusia akan belajar untuk lebih menghargai cintanya.
Kehidupan cinta selalu mengikuti
garis edar waktu; melintasi detik,
menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, milenium, dan sampai waktu berhenti
berputar. Cinta adalah satu-satunya kebebasan di atas dunia ini, dia mengangkat jiwa begitu tinggi, hukum-hukum
manusia serta kenyataan alam yang kelam mendinding batu tidak dapat mengubah atau merintangi
kemana dirinya akan singgah karena cinta
akan terus mengalir dalam sumsum dan darah. Cinta tidak akan memberikan apa-apa,
kecuali keseluruhan dirinya, dan ia pun tidak akan mengambil apa-apa, kecuali
dari dirinya sendiri. Cinta tidak memiliki atau dimiliki, karena cinta telah
cukup untuk cinta.
Dariku ‘sang pujangga’